
Sebanyak 450 kambing dan 13 sapi kurban disembelih dan dibagikan di Masjid Sheikh Nur Mohd Ridza Mohd Ali, Sijantung, Galang, Batam. Dari balik gemuruh takbir dan suara embik hewan kurban, terselip kisah tentang persaudaraan lintas negara yang terjalin indah.
Reporter: Fiska Juanda
NYIUR di samping Masjid Sheikh Nur Mohd Ridza Mohd Ali di Sijantung, Galang, Batam, melambai lembut di pagi hari, tepat di lebaran haji kedua dan ketiga. Angin pantai berpasir putih juga bertiup lembut ke arah masjid, menyegarkan suasana pagi itu.
Tak seperti biasanya, suasana yang biasanya lengang, mendadak riuh. Ratusan warga dari kampung-kampung sekitar sudah berkumpul sejak pagi di masjid yang dibangun Sheikh Nur Mohd Ridza Mohd Ali. Anak-anak bersendagurau, ibu-ibu bercengkrama satu sama lain, dan para lelaki sibuk di bagian penyembelihan hewan kurban. Ada yang bertugas memegang hewan kurban, memotong, menguliti, memotong, hingga mengemas dalam kantong plastik.
Keriuhan ini bukan tanpa sebab. Di dua hari itu, 13 ekor sapi dan 450 ekor kambing di sembelih dan dibangikan ke warga di samping masjid. Rinciannya, separuh di hari Sabtu (7/6) dan separuh lagi di hari Minggu (8/6). Jumlah yang tak biasa untuk ukuran kampung pesisir yang letaknya jauh dari pusat kota Batam.
Tapi bukan hanya jumlah hewan kurban yang membuat Sijantung semarak, melainkan juga tamu-tamu istimewa yang datang dari seberang lautan.
Dari Singapura dan Malaysia, ratusan saudara muslim menyeberangi selat untuk ikut merayakan Idul Adha bersama. Mereka tidak hanya menyumbang hewan kurban, tetapi juga ikut melihat proses penyembelihan, ikut menyembelih, membersihkan, mencincang, lalu membagikan. Di antara tamu istimewa itu, tampak sosok sederhana, Sheikh Nur Mohd Ridza Mohd Ali.
Di atas tanah merah yang masih basah usai hujan malam sebelumnya, Sheikh Nur berdiri tenang di tengah kerumunan warga. Ia bukan penduduk lokal, tapi hatinya sudah lama tertambat di Sijantung. Ia membangun masjid, mendirikan panti asuhan dalam naungan yayasan An Nur, mendanai operasionalnya, dan juga membina pondok tahfiz di wilayah lain di Kota Batam.
“Terima kasih banyak sudah infak. Sekarang berada di Sijantung, Masjid yang saya bina untuk mengadakan kurban di Yayasan An Nur ini,” ucapnya.

Masjid An Nur memang tak lepas dari namanya. Sheikh Nur Mohd Ridza Mohd Ali-lah yang merintis pembangunannya beberapa tahun lalu. Kini, ia kembali hadir, tak hanya untuk salat, tapi juga menyalurkan kurban dalam jumlah besar yang disokong ratusan sanak saudara dan rekan-rekannya dari Singapura dan Malaysia.
Tak jauh dari tempatnya berdiri, ratusan kambing dan belasan sapi telah ditambatkan. Suara embik dan lenguh bersahut-sahutan, sesekali dibarengi suara takbir di bagian penyembelihan.
Di balik kegiatan berskala besar ini, ada MD Akbar Goat Farm, peternakan yang menjadi mitra Sheikh Nur Mohd Ridza Mohd Ali dalam menyalurkan amanah kurban.
“Alhamdulillah, kami kurban 13 sapi dan 450 kambing untuk warga hinterland. Daging kami bagi tiga kilogram per orang. Kebanyakan sahibul kurban berasal dari Singapura, ada juga dari Malaysia, dari semalam sudah hadir,” ujar Akbar selaku pengelola Md Akbar Goat Farm.
Menurut Akbar, kegiatan ini bukan sekadar amal tahunan, melainkan bentuk pemberdayaan masyarakat. “Semoga berkah dan saudara-saudara kita di hinterland bisa menikmati daging kurban ini,” ujar Akbar, lagi.
Keriuhan ini ditambah dengan iring-iringan tamu dari Singapura yang terus berdatangan. Dari tamu yang datang, ada sebanyak 49 orang dari Kafilah Zikrullah.
“Ini bukan kali pertama dan bukan pula yang terakhir. Kami datang dari Singapura, ada juga yang dari Batam. Kami ingin bantu sedikit. Semoga Allah ridho dan terima,” kata Ustad Ummar, pendamping rombongan tersebut.
Tak hanya berbagi daging dari hewan kurban, muslim Singapura yang hadir juga berbagi bingkisan kepada anak panti asuhan di Yayasan An Nur dan juga santri dari pondok Tahfiz binaan Sheikh Nur Mohd Ridza Mohd Ali yang ikut dihadirkan ke Sijantung.
Tak ada batas antara tuan rumah dan tamu. Semua larut dalam semangat berkurban. Anak-anak tertawa, para ibu saling bertukar kabar, dan para relawan bekerja dari pagi hingga sore.
“Kami bangga dan berterima kasih. Kolaborasi dari Singapura dan Indonesia ini terasa betul. Jangan sampai putus tahun ini saja,” kata Mus Payung, warga Sijantung.
Di balik keramaian itu, terselip momen haru. Seorang ibu paruh baya tampak memeluk erat kantong plastik berisi daging. Tiga kilogram daging di tangannya mungkin tampak sederhana, tapi di pelosok seperti Sijantung, itu bisa menjadi hidangan hangat untuk keluarga selama beberapa hari ke depan.
Bagi Sheikh Nur Mohd Ridza Mohd Ali, kurban bukan hanya ritual. Ia adalah jembatan. “Alhamdulillah, selama dua hari ini semuanya berjalan lancar,” ucapnya.
Masjid ini, menurutnya, bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga simpul peradaban—tempat orang berkumpul, berbagi ilmu, dan saling menguatkan. Sepanjang hari, panitia tak henti menyalurkan daging ke warga yang datang ke masjid tersebut. (*)
Artikel 450 Kambing, 13 Sapi dari Negeri Seberang pertama kali tampil pada Metropolis.
Artikel 450 Kambing, 13 Sapi dari Negeri Seberang pertama kali tayang di batampos.co.id.